RadarSumsel.com, Palembang – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel menggugat Wali Kota Palembang, Harnojoyo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang.
Gugatan yang didaftarkan Jumat (11/2/2022) itu terkait penanganan banjir yang hingga kini belum maksimal, sehingga menyebabkan masyarakat Kota Palembang selalu dihantui kecemasan saat hujan turun.
Dalam surat pendaftaran gugatan nomor 10/G/TF/2022/PTUN.PLG tersebut, Yogi menyebutkan sedikitnya ada tiga poin tuntutan yang pertama kegagalan penyediaan dan penyiapan sejak tanggap bencana, sikap abai Pemkot dalam pemenuhan daya dukung dan tampung lingkungan hidup dan yang terakhir meminta Pemkot bertanggung jawab atas kerugian yang dialami warga yang terdampak banjir.
Lebih lanjut, Ketua Tim Advokasi Korban Banjir, Yogi Surya Prayoga mengatakan, “Gugatan tersebut sebagai langkah awal untuk mendorong kebijakan yang telah dijalankan oleh Pemkot soal penanggulangan banjir yang sampai sekarang belum terselesaikan, Jum’at, (11/2/2022).
“Poin tuntutan yang diajukan yakni tindakan faktual oleh pemerintah kota Palembang yang tidak mengakomodir atau tidak mengantisipasi gejala bencana banjir di Palembang ini, terutama dibeberapa titik langganan banjir atau rawan banjir,” kata Yogi menambahkan.
Tidak hanya itu, Walhi juga menekankan pemerintah untuk segera merealisasikan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 30 persen sesuai Perda RTRW yang ditetapkan sejak tahun 2012 lalu.
“Ini juga kaitan dengan beberapa aturan yang telah mereka keluarkan soal adanya konservasi rawa yang tidak diindahkan apalagi soal perda RTRW kota Palembang yang tidak melihat lagi bahwasanya Palembang membutuhkan ruang terbuka hijau sebanyak 30 persen, namun yang baru dipenuhi hanya 10 persen lebih kurang RTH di Palembang,” tegasnya.
“Pengaduan ini, dikatakan Yogi Walhi tidak mengajukan tuntutan sendirian, ada tiga korban yang ikut melaporkan kerugian akibat banjir yang terjadi pada tanggal 25 Desember 2021 lalu. Mereka juga turut didampingi LBH Palembang yabg turut mengadvokasi permasalahan tersebut.
“Dengan upaya yang dilakukan warga Palembang ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat lainnya, bahwa ketika mereka terdampak kerugian dari pemerintah maka bisa membuat gugatan seperti ini. Kami juga masih menerima laporan lain dari masyarakat yang menjadi korban banjir,” ungkapnya lagi.
Ditempat yang sama, Staf Biro Hukum dan Advokasi Walhi Sumsel, Caesar Aditya menambahkan bahwa langkah ini diambil sebagai kelanjutan dari upaya yang telah disampaikan kepada Pemkot Palembang mengenai poin-poin penting di atas yang sampai sekarang diakuinya belum mendapat tanggapan apapun dari Harnojoyo dan perwakilan lainnya.
“Kami sebelumnya telah mengajukan upaya keberatan di tanggal 6 Januari di tahun 2022, kami mengacu kepada UU apabila dalam waktu 10 hari kerja Pemkot Palembang tidak menanggapi upaya keberatan dari warga negara, maka warga berhak melayangkan gugatan. Atas dasar itu sehingga kami menempuh upaya hukum dan konstitusional berdasarkan UU yang berlaku,” kata dia.
Walhi meminta agar dari gugatan ini dapat diperoleh solusi minimal pemerintah Kota Palembang bisa mengakomodir persoalan penanggulan bencana di Palembang, memberikan himbauan bahwa ditanggal dan bulan tertentu akan memasuki musim hujan, agar masyarakat dapat lebih siaga kemudian mereka difasilitasi posko korban banjir yang didirikan di beberapa ruas kota Palembang, khususnya daerah rentan.
“Itu untuk upaya, sedangkan pencegahannya dapat digencarkan kembali fungsi rawa yang sudah dibebankan izin-izin kepada perumahan atau industri-industri kecil. Dengan memperhatikan kembali tertib izin, maka pelaku usaha perumahan tidak akan bertindak seenaknya,” katanya lagi.
Sampai saat ini, Walhi mencatat sedikitnya ada sebanyak Rp15 juta kerugian materil dari tiga penggugat perorangan dan kerugian inmateril berupa hilangnya nyawa manusia dari musibah banjir yang terjadi di Palembang. Sehingga atas hal tersebut dia memastikan akan ada gugatan-gugatan lain yang masuk pasca persetujuan pengadilan dari laporan awal.
“Kalau kerugian material apa yang dialami rusaknya buku bacaan sebagai sumber daya pengetahuan dan alat produksi dan beberapa kerusakan perabot rumah tangga diantaranya perlengkapan elektronik,” tambah dia.
Terakhir dia juga menyampaikan bahwa dari 10 persen RTH yang dilaporkan Pemkot, beberapa diantaranya merupakan kawasan fasilitas umum, pemakaman, lapangan golf dan taman-taman yang dibangun perumahan. Dari hal ini bisa disimpulkan bahwa Pemkot tidak mau mengeluarkan anggaran lebih untuk menyediakan RTH di Palembang.
“Dalam rentang 10 tahun ini pemerintah tidak bisa memenuhi RTH dalam tata ruang kita, artinya mereka tidak serius dalam hal ini dan yang selama ini disampaikan hanya sebatas formalitas saja. Sedangkan kita tidak bisa berharap banyak dari pemakaman, lapangan golf dan fasum dengan daya tampung minim tersebut,” tutupnya.(**)
Comment