Ditulis oleh;
Dr. Hilmin.M.Pd.I
Dosen Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Al-Quran Al-Ittifaqiah
(IAIQI) Indralaya Sumsel
Guru merupakan orang yang paling menentukan arah sistem pendidikan nasional, maka manajemen pengelolaan guru harus diurus secara sistematis yang melibatkan seluruh komponen bangsa dan negara. Permasalahan pembayaran gaji terhadap Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang terjadi hampir di setiap daerah Kabupaten/Kota se-Indonesia merupakan persoalan panjang yang cukup lama dalam potret buram pengelolaan pendanaan pendidikan di Indonesia. Sebelumnya permasalahan pengangkatan guru honor menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sangat alot, pengkategorian honorer (K.2, K.3) honor daerah, TKS atau sebutan lainnya kemudian pemerintah membuat kebijakan PPPK sebagai solusi atas reaksi dari para guru dan masyarakat. Selanjutnya mencuat ke publik permasalah dari sekelompok guru PPPK dari salah satu daerah mengaduh ke salah seorang pengacara, karena gajinya belum dibayar selama 9 bulan, barulah kemudian ada respon dari pemerintah dan DPR RI. Dikutif dari Kompas.com Gaji Guru PPPK Tertunggak 9 Bulan, Komisi X:Kemendikbud Kemendikbud Harus Respon Cepat. Tangal 26/9/2022
Ada ketidak jelasan dalam kebijakan guru PPPK untuk penggajiannya, terkesan mis komunikasi antara pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penjelasannya yang disampaikan oleh Pemerintah Kota Badar Lampung bahwa pengajian guru PPPK dialokasikan dari APBD Kota, bukan dari APBN, yang semula terkesan pemerintah pusat akan membiayai honorium bagi guru PPPK. Sehingga pemerintah daerah belum memasukkan alokasi anggaran ke dalam dokumen APBD induk.
Tampaknya urusan pendidikan di Indonesia masih menyimpan persoalan yang harus diselesaikan dengan pendekatan yang sistematis dan komprehensif. Karena pendidikan akan menentukan arah masa depan bangsa, akan membentuk generasi unggul yang akan mengisi pembangunan masa mendatang yang harus mampu bersaing dengan persaingan globalisasi. Urusan guru harus diselesaikan secara totalitas mulai dari hulu sampai hilirnya, proses rekrutmen (input) yang digodok di perguruan tinggi yang mencetak calon-calon guru, lalu kemudian dijaring dan disaring oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat secara ketat dan selektif, maka harus dipisahkan rekrut guru dengan rekrut tenaga pegawai pemerintah lainnya sehingga ada kehasan khusus, kopetensi wajib (personal, sosial, profesional, intelektual, kperibadian) yang dimiliki oleh calon guru haruslah teruji dengan sempurna, karena guru merupakan ujung tombak dalam menentukan nasib dan masa depan anak bangsa, kalau di kedokteran ada istilah malpraktek, begitu pun guru bisa juga terjadi malpraktek dalam mengajar karena tidak kompeten dan profesional. Tampaknya proses rekrutmen seperti itu belum terlaksana dengan baik. Pemerintah ke depan harus membuat kebijakan yang mengatur secara rinci dan pengawasan yang ketat agar tidak semua orang diperbolehkan untuk mengajar menjadi guru. Tentu harus juga diperkuat dengan kalkulasi hitungan yang tepat juga dengan ketersedian anggaran pendidikan. Supaya profesi guru adalah profesi yang paling bergengsi dan berwibawah, guru yang profesional tidak lagi membicarakan kesejahteraan karena seluruh kebutuhan hidup keluarganya telah dipenuhi, tentu kita bisa menengok besaran gaji dari pegawai BUMN yang mengelolah perminyakan di Indonesia, sangat terpenuhi taraf kesejahteraan mereka dan seleksinya juga sangat kompetitif dan ketat untuk dapat masuk ke instansi tersebut, demikian juga guru harus diperlakuan sama dengan seperti itu. Hal demikian itu merupakan amanah dari konstitusi kita tujuan bernegara untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara dan setiap warga negera berhak mendaptkan pendidikan yang layak.
Setelah terpenuhi kesejahteraanya. Guru sudah seharusnya membicarakan tetang profesionalisme dalam pengembangan unjuk kerja dengan menghasilkan karya-karya ilmiah penelitian tindakan kelas, membuat karya untuk mendukung kegiatan pembelajaran supaya peserta didik dapat lebih nyaman dan pembelajaran yang menyenangkan. Pasi Sahlberg, Ph.D Pakar Pendidikan Finlandia dan Internasional mengatakan bahwa orang-orang Finlandia memandang guru sebagai profesi prestisius dan mulia, sejajar dengan dokter, pengacara dan ekonom. Guru di sana tidak pernah berhenti belajar, terus mengembangkan riset dan inovasi-inovasi pendidikan, bahkan profesi ini digandrungi oleh anak muda karena dianggap profesi yang menantang dan bergensi karena untuk mengajar sekolah dasar saja harus lulusan S.2.
Oleh karena itu dalam urusan kewenangan pendidikan Nasional Indonesia, pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab yang samah sebagai pelaksana dari amanah konstitusi Undang-undang Dasar 1945 yang turunannya dalah undang-undang sistem pendidkan nasional. Pendanaan 20% dari APBN, 20% APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah kewajiban yang harus dijalankan. Namun permasalahan guru PPPK tampaknya ada proses pembuatan kebijakan yang belum terkomunikasi dan tersosialisasi dengan baik. Jika merujuk pada teori pembuatan kebijakan yang ditulis oleh George C. Edwards III bahwa dasar dalam merumuskan dan mengimplemtasikan kebijakan publik haruslah dibuat dengan prinsip;
- Komunikasi implementasi, akan berjalan efektif sesuai dengan tujuan kebijakan serta dapat dipahami oleh lembaga pemerintahan dan leading sektor yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan dan pelaksanan dari kebijakan. Maka dari persoalan yang ada di dalam kebijakan guru PPPK yang ada di daerah tampaknya ada yang belum tuntas dalam komunikasi lintas lembaga pemerintahan Kementerian Pendidikan, Kementerian Keuangan, KemenPANRB serta pemerintah Daerah. Sehingga dalam pengalokasian penggajian menjadi persolan yang berdampak pada pembayaran gaji guru.
- Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan, Kebijakan guru PPPK merupakan agenda penting dan stategis yang menyengkut arah masa depan bangsa dan negera, dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan dan sosialisasi sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Sangat diperlukan kejelasan dan kepastian hukum dalam pengalokasian anggaran, supaya tidak meninbulkan tafsir yang berbeda. Sehingga dalam proses penggaran harus dipertegas dengan kebijakan yang dilandasi oleh regulasi yang kuat, agar pemerintah dan pemerintah pusat dapat mengisi ruang tanggung jawab dan kewajiban masing-masing.
- Sumberdaya. Kebijakan Guru PPPK sudah dapat dipastikan akan membutuhkan sumberdaya manusia yang akan mengelolah dan mengontrol kebijakan, dan sumberdaya pendanan yang cukup memenuhi segal kebutuhan. Komponen sumberdaya ini meliputi keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Ketersedian sumber pendana ketika tidak dikelolah dengan kejelasan dan ketepatan regulasi akan menjadi sumber masalah, ketika guru PPPK dengan keterlambatan gaji yang harus diterima oleh meraka dapat dipastikan akan menggangu keninerja dan kualitas kerjanya dalam prosdes pembelajaran di sekolah.
- Disposisi atau sikap salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Kebijkan guru PPPK harus dipertegas disposisi implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan, maka pemerintah daerah akan melaksanakan dengan senang hati, tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut.
- Struktur Birokrasi. Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Dalam pengelolaan dam manajemen guru PPPK khusunya dan pengelolaan guru pada umumnya perlu dievaluasi secara sistematis apakah masih relevan dibawah pemerintah daerah ataukah perlu dibentuk badan khsus instansi vertikal sehingga fokus dan sistematis dalam pelaksanana pendidikan yang tidak mudah diintervensi kepentingan politik lokal.
Comment